Smart grid adalah jaringan listrik yang secara cerdas
mengintegrasikan aksi-aksi dari seluruh pengguna yang tersambung di dalamnya
mulai dari pembangkit, perangkat transmisi, dan konsumen untuk mengantarkan
listrik dengan efisien, berkelanjutan, ekonomis dan aman.
Smart grid merupakan konsep grid modern yang menggunakan teknologi
digital sebagai dasarnya. Teknologi digital memungkinkan produsen untuk
mentransmisikan listrik dan berkomunikasi dengan konsumen secara dua arah. Hal
ini mengubah dasar-dasar pemikiran distribusi listrik secara radikal dalam hal
paradigma pola berpikir para insinyur ketenagalistrikan. Dalam paradigma
tradisional sistem ketenaga listrikan, listrik hanya dapat dihantarkan secara
satu arah dari perusahaan penyedia listrik kepada konsumennya,
pembangkit-pembangkit besar dibangun di suatu daerah yang biasanya jauh dari
daerah konsumennya, dan setelah itu listrik ditransmisikan melalu jaringan
transmisi yang akhirnya didistribusikan kepada konsumen melalui gardu-gardu
distribusi yang biasanya dibangun dekat atau di dalam kota-kota yang dipenuhi
konsumen. Sedangkan dalam paradigma sistem ketenaga listrikan modern yang
menggunakan konsep Smart Grid, jaringan listrik dapat secara cerdas
mengintegrasikan aksi-aksi dari seluruh komponen yang tersambung di dalamnya
mulai dari pembangkit, perangkat transmisi, distribusi, serta konsumennya
sehingga dapat menghantarkan listrik dengan lebih efisien, berkelanjutan,
ekonomis, aman dan dengan keandalan yang tinggi [1-2].
Pada sistem tenaga modern, beberapa hal baru
harus bisa dipenuhi lebih dari sistem tenaga yang ada saat ini.
- Sistem tenaga modern harus lebih mengakomodasi partisipasi dari para konsumen, terutama dengan mulai berkembangnya sumber-sumber energi alternatif terdistribusi, partisipasi aktif dari para konsumen juga harus diperhatikan sekaligus sistem tenaga lebih mengakomodasi bentuk-bentuk sumber energi yang tersedia dan tersebar di jaringannya.
- Teknologi digital yang berkembang pesat, memaksa semua aspek kehidupan bergantung pada TIK akibatnya sistem tenaga yang modern juga dituntut untuk bisa memberikan suplai energi dengan kualitas daya yang baik untuk mendukung kondisi digital ini.
- Investasi yang dibuat di bidang sistem tenaga mendatang akan menuntut utilisasi aset yang lebih baik dengan efisiensi yang tinggi, sehingga investasi yang besar tidak akan terbuang sia-sia akibat terlalu over-capacity untuk mengantisipasi beban dan menjamin kelangsungan pelayanan.
- Berhentinya suplai kepada konsumen merupakan sesuatu yang sebisa mungkin harus dihindari, sehingga sistem tenaga yang modern semaksimal mungkin harus bisa melakukan tindakan preventif dan kuratif terhadap gangguan yang terjadi pada dirinya.
- Terakhir, sistem tenaga modern haruslah sesuatu yang “kokoh” dalam artian bisa bertahan terhadap force majeur, bisa bencana, serangan fisik maupun serangan cyber.
Untuk dapat mewujudkan smartgrid sebagai sistem tenaga modern sehingga dapat memenuhi syarat-syarat yang disebutkan sebelumnya, diperlukan peran dari 2 aspek utama yaitu infrastruktur kelistrikan dan infrastruktur telekomunikasi. Perbedaan mendasar dengan sistem tenaga konvensional yang hanya terdapat 1 arah aliran dari penyedia sumber ke konsumen, pada sistem ini terdapat 2 arah aliran dari penyedia ke konsumen dan sebaliknya dengan dukungan infrastruktur telekomunikasi. Akibat langsung dari adanya aliran 2 arah ini adalah akan muncul hubungan antara penyedia dengan konsumen yang jumlahnya banyak sekali, yang tidak akan mungkin bisa ditangani sendiri oleh perusahaan penyedia energi, karena itulah menurut National Institute of Standard and Technology (NIST), US pada sistem tenaga modern dimunculkan satu lagi blok penyusun baru yang disebut sebagai “penyedia layanan” (Gambar 1). Penyedia layanan ini yang akan berhubungan secara langsung dengan konsumen di tingkat paling bawah dan berhubungan ke atas dengan perusahaan penyedia energi, perusahaan penyedia energi sendiri hanya akan berkoordinasi dengan beberapa perusahaan penyedia layanan yang bertugas.
Gambar 1. Diagram penyusun smart grid [3]
Suatu sistem tenaga yang sudah mengaplikasikan secara penuh konsep smart grid, seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Dengan adanya dukungan infrastruktur komunikasi, dan juga dukungan dari peralatan rumah tangga yang juga “cerdas” maka setiap saat perusahaan penyedia akan dapat memonitor beban-beban listrik apa yang tersambung kepadanya. Hal ini dapat dimungkinkan karena konsep ini mencita-citakan setiap sambungan beban dapat dimonitor bahkan sampai ke setiap titik sambungan beban, misalnya dengan IP-address untuk setiap colokkan listrik, ditambah dengan peralatan rumah tangga itu sendiri yang dapat mengirim informasi diri kepada perusahaan penyedia, apakah dia adalah mesin cuci, penyejuk udara, televisi, bahkan sampai ke mobil listrik. Dengan adanya komunikasi 2 arah ini, maka apabila ada suatu saat penyedia listrik mengalami defisit suplai listrik, dia bisa menentukan beban-beban mana saja yang dia bisa “tunda” pemakaiannya untuk waktu yang singkat, misal selama 5 menit ternyata mobil listrik kita dihentikan pengisian baterainya akibat saat itu defisit sedang terjadi. Pengisian dilanjutkan kembali setelah 5 menit selesai, bisa karena defisit telah terlewati atau bergiliran ke beban yang lain yang “ditunda” operasinya yang juga tersambung ke sistem tenaga tersebut. Dengan pola ini, penyedia energi bisa memaksimalkan semua aset kelistrikannya pada rating yang sesuai tanpa harus melakukan over-rating supaya aman. Dengan pengaturan beban yang sangat fleksibel, penyedia dapat menjaga peralatannya untuk bekerja pada tingkat utilisasi yang terbaik.
Gambar 2. Smart
grid pada level konsumen [4]
Arah yang sebaliknya juga bisa terjadi,
konsumen dapat berpartisipasi aktif dalam menyuplai energi ke sistem tenaga
yang dimiliki oleh penyedia. Contoh kasus apabila konsumen memiliki mobil
listrik yang baterainya masih memiliki simpanan energi, maka dengan kesepakatan
yang bisa diatur, si konsumen dapat memberikan energi yang tersimpan di baterainya
pada waktu-waktu tertentu dan berganti mengisi baterai mobilnya pada waktu yang
lain. Hal yang sama bisa juga untuk kasus konsumen yang memiliki sumber energi
sendiri, seperti panel surya, turbin angin, dsb.
E. Implementasi Sistem Smart grid
Ide Smart Grid sebenarnya bukan barang baru di dunia ketenaga
listrikan. Komunikasi dua arah antara produsen listrik serta konsumennya telah
diimplementasikan menggunakan teknologi analog bertahun-tahun lamanya. Namun
dengan meningkat dan semakin canggihnya komunikasi digital yang menggunakan
internet telah membuka jalan untuk mengembangkan konsep Smart Grid yang lebih
canggih dan modern. Meningkatnya kapasitas transmisi data digital, memungkinkan
kita untuk melakukan sensing, pengukuran dan kontrol dua arah terhadap
devais-devais yang berhubungan dengan pembangkitan, transmisi dan distribusi
dalam level partisi data yang lebih real. Hal ini memungkinkan devais-devais
tersebut untuk memberikan informasi tentang keadaan sistem tenaga listrik
kepada seluruh konsumen yang ada secara realtime. Dari sini diharapkan seluruh
pelanggan dapat diajak secara dinamis untuk mengatur penggunaan listriknya
sendiri agar lebih efisien. Tidak hanya terbatas kepada pelanggan-pelanggan
daya besar, namun juga pelanggan-pelanggan rumah tangga yang menggunakan daya
kecil. Tidak hanya itu smart grid memberikan kesempatan untuk menghubungkan
masyarakat, keuangan, teknologi dan regulasi dan tujuan kebijakan seperti yang
ditunjukan pada gambar 3.
Gambar 3 smart grid dapat menghubungkan masyarakat, keuangan,
teknologi dan regulasi dan tujuan kebijakan [6]
Contoh pengaturan penggunaan listrik yang dapat dilakukan konsumen
rumah tangga adalah pada saat musim panas berlangsung dan beban sistem berada
pada puncaknya pada siang hari akibat pendingin ruangan yang dinyalakan di
hampir seluruh konsumen rumah tangga. Secara realtime konsumen dapat melihat
berapa harga listrik dan pemakaian listrik mereka, sehingga memungkinkan mereka
untuk memilih prioritas penggunaan peralatan elektronik mereka agar lebih
efisien dan tagihan biaya penggunaan listrik mereka tidak membludak di akhir
bulan.
Secara
umum, keuntungan dari pengembangan Smart Grid adalah sebagai berikut
1. Self healing
Istilah self healing, sebenarnya hanya mengacu pada kemampuan Smart
Grid untuk mengantisipasi, mendeteksi dan merespon terhadap masalah atau
gangguan yang terjadi pada sistem. Menggunakan informasi yang dikirim secara
realtime oleh sensor-sensor yang dipasang di seluruh sistem, Smart Grid dapat
secara cepat bereaksi untuk mengatasi gangguan yang terjadi. Contohnya bila
terjadi gangguan pada suatu sistem distribusi di suatu daerah yang
mengakibatkan padamnya listrik di daerah tersebut, maka alat-alat proteksi yang
dipasang di daerah tersebut akan mengisolasi gangguan sumber gangguan sehingga
tidak mengakibatkan pemadaman yang lebih luas ke daerah yang jauh dari sumber
gangguan.
2.
Consumer participation
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Smart Grid memungkinkan
pelanggan untuk mengatur pemakaian listriknya sendiri dengan pertimbangan
informasi real time tentang keadaan sistem. Lebih jauh lagi, bila pelanggan
memiliki panel surya atau turbin angin, mereka dapat menggunakan sendiri,
menyimpan, atau menjual listrik yang dihasilkan kepada produsen. Hal ini dimungkinkan
karena tiap-tiap rumah sudah terkoneksi ke dalam sistem secara dua arah,
sehingga listrik tidak hanya mengalir dari sistem ke rumah, tapi juga dari
rumah ke sistem.
3.
High quality power
Dengan konsep Smart Grid, diharapkan dapat diperoleh sistem yang
lebih stabil dimana losses atau rugi-rugi yang terjadi di dalam sistem bisa
diminimalisir.
4.
Accommodate generation option
Dalam Smart Grid Sistem, sumber-sumber listrik yang menggunakan
energi terbarukan seperti angin, sinar matahari, dan microhydro dapat masuk ke
dalam sistem sehingga pilihan pembangkitan dan sumber-sumbernya lebih beragam.
Hal ini menyebabkan sistem menjadi lebih andal karena diversifikasi sumber
energi listrik yang digunakan lebih banyak karena dengan konsep ini,
memungkinkan konsumen-konsumen membangkitkan listriknya sendiri dan membayar
serta dibayar sesuai dengan marjin yang terjadi antara pembangkitan dan
pemakaian listriknya sendiri.
Dari pola operasi yang dipaparkan diatas, tidak
akan bisa berjalan tanpa kebijakan yang dibuat oleh pengatur regulasi.
Masyarakat cenderung tidak akan berpartisipasi pada pola operasi seperti itu
apabila harga listrik masih sangat murah. Dengan harga listrik yang murah,
kesadaran untuk berhemat akan sangat kecil, akibatnya partisipasi pada program
seperti itu akan mustahil. Contoh, apabila dibuat regulasi dimana harga listrik
pada jam-jam produktif relatif jauh lebih mahal daripada harga listrik pada jam
tidak sibuk maka partisipasi konsumen dalam pola operasi seperti diatas dapat
diharapkan besar. Dengan harga yang cukup mahal, maka konsumen cenderung untuk
memanfaatkan listrik dengan sebaik-baiknya, hal ini bisa dilakukan jika
bergabung dengan smartgrid yang disediakan oleh penyedia energi. Solusi
menang-menang untuk dua pihak akan dapat tercapai, penyedia dapat menyediakan
listrik dengan segala syarat dan kondisi yang diinginkan, konsumen dapat
menggunakan listrik dengan lebih baik tanpa harus mengurangi kualitas hidup.
Contoh kebijakan harga tadi juga bisa mendorong konsumen untuk berpartisipasi
dengan cara “menjual” energi lebihnya pada jam-jam produktif; seperti pada
kasus mobil listrik diatas; dan mengisi kembali pada jam-jam tidak produktif
yang harga listriknya lebih murah.
Privacy menjadi
isu utama dari operasi ini, bagaimana mungkin perusahaan penyedia energi bisa
masuk kapan saja ke penggunaan listrik konsumen? konsumen akan merasa
di intervensi kehidupannya. Diatas segalanya, konsumen tetap merupakan ujung
dari pelayanan sehingga keputusan akhir tetap ada di tangan konsumen. Harus
diciptakan mekanisme dimana konsumen setiap saat dapat memilih apakah dia akan
“bergabung” atau “tidak bergabung” dengan pola operasi smartgrid seperti yang
disebut diatas. Tentu saja dengan segala konsekuensi yang harus ditanggung oleh
konsumen tersebut, misalnya dengan harga yang berbeda yang harus di tanggung [5].
Semua konsep
yang dipaparkan diatas, masih sangat jauh untuk tercapai dari sistem yang
beroperasi saat ini. Namun mulai saat ini bisa dimulai dari hal yang terdekat
dahulu, misalnya penggunaan meter pembaca yang bisa diakses jarak jauh
sekaligus untuk mengaktifkan dan mematikan sambungan listrik untuk rumah-rumah
dan seterusnya. Dari sisi teknologi dibutuhkan pengembangan di 2 bidang utama,
bidang kelistrikan harus menyediakan platform penyaluran
energi dan kelangsungan energi listrik; di bidang telekomunikasi, komputer,
dan cyber harus menyediakan sistem komunikasi 2 arah yang
tepat, cepat, akurat, serta aman. Keamanan menjadi aspek penting dalam konsep ini,
mengingat semua sudah dilakukan secara digital dan cyber, serangan
dan gangguan di sisi telekomunikasi dan cyber juga tidak boleh
ditoleransi karena energi merupakan aset nasional sehingga diperlukan sistem
teknologi informasi yang kokoh dan canggih untuk mendukung sistem ini. Peran
pengatur regulasi juga diharapkan untuk menentukan standar teknologi sehingga
semua bisa berperan bersama di konsep sistem tenaga modern ini. Pengatur
regulasi juga harus menciptakan iklim dan kebijakan yang akan mendukung sistem
operasi yang diinginkan bisa berlangsung, misalnya tentang batasan-batasan dan
pengaturan harga. Terakhir peran dari para engineer untuk
memahami ilmu yang multi disiplin untuk menjalankan konsep ini.
Referensi.
[1]
Varian, Smart grid. maret 2011.
[2] Prof. Saifur Rahman, The Smart Grid:
How to Engineer its Deployment. visiting lecture at Waseda University,
Tokyo, 2009
[3]
National Institute of Standards and Technology
(NIST), US
[4]
Electric Power Research Institute (EPRI)
[5]
Department of Energy, US
[6]
Technology
Roadmap Smart Grids., International
Energy Agency (IEA), 2011.
0 comments